Beberapa Konsep Nilai SDA dan Lingkungan

Tendensi menggunakan nilai dengan harga pasar tampaknya sudah sangat meluas tidak hanya di kalangan masyarakat tetapi juga di kalangan para ahli ekonomi. Hal ini tidak mengherankan karena memang menggunakan harga pasar adalah instrumen yang termudah dan menarik untuk menghitung nilai. Jika seseorang ingin menilai sesuatu, apakah itu untuk kepentingan legal, administrasi atau lainnya, tentu saja akan menjadi sederhana, jika nilai adalah sesuatu yang objektif dan robust, sesuatu yang tidak hipotetikal atau spekulatif, sesuatu yang tidak memerlukan banyak asumsi dan sesuatu yang tidak memerlukan teknik prosedur pengukuran yang kompleks, yang dapat menjadi sumber dari ketidakpastian dan ketidaksepahaman. Bagi seorang pengamat biasa, harga tampaknya dapat melengkapi pembayaran secara tepat, walaupun hal ini dapat seringkali hanya menjadi suatu ilusi. Jika seseorang melihat harga yang tercantum di real markets, biasanya adalah merupakan harga yang sudah dikalikan dari harga sebenarnya. Tidak hanya harga yang berbeda pada setiap super market, tetapi juga adanya harga yang berbeda dari setiap supplier untuk setiap komoditi yang sama. Sebagai contoh kita bisa membeli barang seharga Rp. 100.000,-; Rp 120.000,- atau Rp 130.000,-; tergantung dari berapa keuntungan yang akan diambil oleh pedagang, atau tergantung pada berapa persen discount yang kita peroleh dari pedagangnya. Dari kasus tersebut tampak bahwa issue yang relevan adalah apakah harga akan merupakan hal yang berada di bawah beberapa kondisi lebih dari hal-hal yang telah diobservasi sebelumnya. Ada elemen yang tidak bisa dikurangi dari counterfactuality atau hiphothetically dari ekstrapolasi semacam hal di atas. Harga pasar hanya bekerja secara tepat pada indikator kesejahteraan untuk perubahan marginal dalam market goods yang dapat dibagi-bagi dan dikonsumsi dalam jumlah sedikit, untuk lainnya tidak bisa tepat. Misalnya untuk perubahan non-marginal atau untuk komoditi yang tidak dapat dibagi-bagi dan tidak dikonsumsi dalam jumlah sedikit, contohnya lahan atau air.

Nilai Sumber Daya Alam dan Lingkungan (SDAL) dapat diinterpretasikan dalam berbagai cara, diantaranya adalah sbb:

Instrumental Vs Intrinsic Values

Nilai instrumental dimaksudkan sebagai nilai SDAL yang berkaitan dengan pemanfaatan produksi dan konsumsi (Fromm, 2000). Sedangkan Intrinsic Values adalah nilai selain nilai pemanfaatan tadi (instrumental) yaitu nilai yang melekat pada SDAL tersebut, seperti misalnya nilainya sebagai stabilisator dalam rantai makanan, dll.

Direct vs Indirect values

Penyebutan direct value (nilai langsung) dari SDAL biasanya digunakan untuk merefer pada pemanfaatan manusia berkaitan dengan konsumsi dan produksi. Sedangkan Indirect value ( nilai tidak langsung) biasanya berhubungan dengan minimum level dari infrastruktur ekosistem, yang tanpa hal itu tidak akan tersedia barang dan jasa (Farnworth et al., 1981). Barbier (1994) mendeskripsikan indirect value dari SDAL sebagai support dan proteksi yang disediakan untuk aktivitas ekonomi dari services yang dihasilkannya. Istilah lainnya dari indirect value ini adalah diantaranya contributory value“, primary value dan infrastructure value yang pengertiannya pada dasarnya sama saja. (Norton, 1986; Gren et al., 1994; Constanza et al., 1998). Seluruh peneliti ini menyatakan bahwa opini untuk memonetisasi manfaat SDAL adalah memungkinkan, tetapi hal itu seringkali berujung pada penilaian yang underestimate dari nilai yang sebenarnya, karena primary value dari SDAL sulit untuk diterjemahkan dalam bentuk moneter, walaupun nilai dari jasa lingkungan dapat digunakan untuk menjustifikasi pengukuran nilai proteksi dari SDAL. Gowdy (1997) menambahkan bahwa “Walaupun nilai dari jasa lingkungan dapat digunakan untuk menjustifikasi pengukuran nilai proteksi SDAL, harus ditekankan bahwa nilai ini hanyalah merupakan porsi yang sedikit saja dari nilai total SDAL.

Monetary Vs Biological Indicators

Penilaian secara moneter dari SDAL biasanya merupakan dasar dalam perspektif ekonomi, berdasarkan pada indikator biologi dari dampak SDAL terhadap kesejaheraan manusia. Valuasi ekonomi SDAL dilakukan untuk mendapatkan indikator moneter yang akan menjadi suatu bahan perbandingan dan ranking alternatif kebijakan pengelolaannya. Sebaliknya Analisis biologi nilai SDAL memberikan hasil pada indikator non-monetary. Hal ini menyangkut sebagai contoh : keragaan/kekayaan spesies dan ekosistem yang ada (Whittaker, 1960, 1972). Bagaimanapun tidak dapat dipastikan bahwa indikator biologi dan moneter memberikan pemahaman yang sama. Sebaiknya memang keduanya dapat dijadikan metode yang saling komplemen untuk menganalisis perubahan atau kerusakan SDAL. Bagaimanapun indikator ekonomi seharusnya jika mungkin secara tidak langsung berdasarkan pada indikator biologi yang akurat.

Biodiversity vs Biological Resources

Nilai biodiversity mengacu pada berbagai kehidupan pada berbagai level; sementara biological resources mengacu pada manifestasi dari keragaman tersebut. Menurut Pearce (1999) “Hampir semua literatur mengenai valuasi ekonomi dari biodiversity biasanya adalah mengenai nilai biological resources dan hubungannya pada nilai diversity. Perbedaan antara kedua nilai ini memang tidak begitu jelas, bahkan kadang overlapping.

Local vs Global diversity

Desain dari konteks valuasi melibatkan keputusan penting mengenai kerangka spasial dari analisis (Norton and Ulanowicz, 1992). Hal ini karena bagaimanapun rusak atau berkurangnya SDAL biasanya dibahas dalam kerangka konteks global atau dunia. Hasil studi valuasi SDAL biasanya ditujukan bagi perubahan kebijakan baik tingkat local, regional, national atau bahkan internasional.

Value of Level vs Perubahan Biodiversity

Para akhli ekonomi berpendapat bahwa valuasi seharusnya lebih difokuskan pada perubahan daripada hanya level biodiversity. Non-ekonomist seringkali mencoba mengukur level biodiversity , misalnya analisis value dari jasa ekosistem dan natural capital untuk seluruh level biosphere (Constanza et al., 1998).

Genetic vs other life organization level

Para ahli menghadapi keputusan penting ketika melakukan valuasi SDAL yaitu yang menyangkut level dari keragaman yang menjadi perhatian. Beberapa ahli biasanya dari ilmu alam, cenderung untuk fokus pada level genetic dan spesies, sedangkan yang lainnya cenderung pada level spesies dan ekosistem. Beberapa permasalahan yang menjadi issue adalah apakah studi SDAL pada berbagai level akan menyebabkan adanya double counting, dan apakah informasi yang sufficient bisa didapat pada setiap level SDAL untuk meningkatkan kualitas studi valuasi.

Expert vs General Public Assessment

Pendekatan public valuation umum, biasanya sangat tergantung pada premise individual yang berasal dari berbagai level pendidikan, dan pengalaman yang diharapkan untuk berpartisipasi dalam valuasi SDAL. Pendapat lainnya mengasumsikan bahwa masyarakat yang ada tidak dapat menentukan relevansi dan kompleksitas dari fungsi sistem hubungan biodiversity-ekosistem. Dengan demikian penetapan dan valuasi SDAL hanya boleh dikerjakan oleh ahlinya.

Holistic vs. Reductionist Approaches

Menurut perspektif holistik, SDAL merupakan hal yang abstrak, berhubungan dengan suatu kesatuan, stabilitas dan ketahanan dari suatu sistem yang kompleks, dan oleh karena itu akan sulit untuk diukur (Faber et al., 1996). Lebih jauh lagi pengetahuan dan pemahaman yang terbatas dari manusia dan signifikasi ekonomi dari hampir setiap bentuk kehidupan yang beragam, akan menjadikan kompleksitas penerjemahan inditator fisik dan biologi menjadi indikator moneter. Sebaliknya, pendekatan perspektif reductionist dilakukan berdasarkan ide bahwa SDAL dapat dipisahkan dari nilai total biodiversity menjadi kategori nilai ekonomi yang berbeda, yaitu melalui direct use dan passive use atau nonuse values (Pearce and Moran, 1994).
Read more

Peran Perangkat Organisasi Koperasi

Perangkat organisasi koperasi terdiri dari rapat anggota, pengurus, dan pengawas.

Rapat Anggota Koperasi


Rapat anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam tata kehidupan koperasi. Dalam rapat ini semua anggota menggunakan hak-haknya sebagai anggota koperasi. Keputusan yang diambil dalam rapat anggota ini dijadikan dasar untuk kerja koperasi dalam satu tahun mendatang.

Pada umumnya rapat anggota koperasi diadakan satu tahun sekali, sehingga rapat ini dikenal dengan sebutan RAT (Rapat Anggota Tahunan). Keputusan rapat anggota diusahakan dengan cara musyawarah untuk mufakat, jika hal ini tidak bisa dilaksanakan, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Dalam pemungutan suara setiap anggota memiliki satu suara. Rapat anggota dapat diselenggarakan atas permintaan tertulis dari 10 persen jumlah anggota maupun atas kehendak pengurus.

Segala keputusan dalam rapat anggota dinyatakan syah atau memiliki kekuatan hukum jika diputuskan melalui pengambilan keputusan yang demokratis. Keputusan dinilai demokratis apabila rapat anggota itu dihadiri oleh sekurang-kurangnya lebih dari 50 persen jumlah anggota. Apabila ini tidak tercapai, rapat ditunda paling lama dalam jangka waktu 7 hari.

Pengurus Koperasi


Perangkat organisasi lain adalah Pengurus Koperasi yaitu sekelompok orang yang diberi kepercayaan oleh anggota koperasi melalui rapat anggota untuk menjalankan keputusan-keputusan rapat anggota, dengan demikian pengurus merupakan pemegang kekuasaan rapat anggota. Pemilihan pengurus dapat dilakukan dengan cara yang telah disepakati oleh rapat anggota, yaitu pemilihan langsung, pemilihan aklamasi, dan pemilihan formatur.

Tugas dan wewenang pengurus adalah mengelola koperasi dan usahanya, menyelenggarakan rapat anggota, dan memajukan rancangan rencana kerja serta rancangan anggaran pendapatan dan belanja koperasi untuk waktu tertentu. Selain itu pengurus harus membuat laporan hasil pekerjaannya kepada rapat anggota, mengajukan laporan keuangan dan laporan pelaksanaan tugas, memelihara daftar buku anggota dan pengurus, serta memelihara semua kekayaan koperasi.

Anggaran dasar telah mengatur, untuk tugas-tugasnya itu pengurus berhak untuk memperoleh uang atau jasa tertentu dari SHU atau sisa hasil usaha setiap satu tahun sekali. Besar kecilnya uang jasa ditetapkan oleh AD/ART. Masa jabatan pengurus paling lama 5 tahun, namun setelah itu dapat dipilih kembali. Kepengurusan dapat saja berhenti sebelum masa bakti selesai.

Pemberhentian pengurus koperasi dapat dilakukan apabila terjadi:
(1) Pengurus melakukan kecurangan dan merugikan koperasi.
(2) Pengurus tidak mentaati undang-undang koperasi, AD/ART serta peraturan koperasi lainnya.
(3) Sikap dan tindakan pengurus menimbulkan pertentangan dalam gerakan koperasi.

Pengawas Koperasi


Pengawas sebagai salah satu perangkat organisasi koperasi diperlukan untuk mengawasi jalannya koperasi. Pengawas dipilih dari anggota yang memenuhi persyaratan sama untuk menjadi pengurus, dan memberikan pertanggung jawabannya kepada rapat anggota. Umumnya koperasi memilih tiga orang anggota sebagai pengawas, dengan posisi masing-masing sebagai ketua merangkap anggota, sekretaris merangkap anggota, dan anggota.

Pengawas memiliki tugas dan wewenang yang berbeda dari pengurus. Tugasnya antara lain melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan pengelolaan koperasi. Sedangkan wewenangnya adalah meneliti catatan yang ada pada koperasi dan memperoleh seluruh keterangan yang diperlukan. Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya ini tentu saja harus didukung oleh para pengurus agar kegiatan koperasi selaras dengan AD/ART.

Selain itu di beberapa koperasi yang telah berkembang usahanya, ada yang mempekerjakan manajer dan karyawan. Manajer adalah orang yang diangkat oleh pengurus dan diberi wewenang untuk mengelola usaha koperasi sesuai dengan aturan yang telah disepakati dalam perjanjian kontrak kerja, sedangkan karyawan adalah orang yang dipekerjakan dan digaji atau diupah oleh koperasi (Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah. 1999).
Read more

Pengertian, Fungsi dan Ciri Koperasi Indonesia

Pengertian Koperasi


Ditinjau dari aspek etimologis, koperasi yang berasal dari bahasa Inggris cooperation dapat diartikan sebagai usaha bersama untuk mencapai suatu tujuan. Usaha bersama tersebut berupa kegiatan ekonomi, sedangkan tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan anggota. Dengan kata lain, koperasi adalah organisasi ekonomi yang terdiri atas sekumpulan orang-orang yang bekerja bersama-sama untuk kesejahteraan seluruh anggotanya.

Dalam penjelasan Undang-undang No. 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian disebutkan bahwa koperasi adalah kumpulan dari orang-orang yang secara bersama-sama bergotong-royong berdasarkan persamaan, bekerja untuk memajukan kepentingan-kepentingan ekonomi mereka dan kepentingan masyarakat. Selanjutnya Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian menyatakan bahwa koperasi adalah badan usaha berbadan hukum koperasi yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus gerakan ekonomi yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.

Ciri-Ciri Koperasi Indonesia


Dari beberapa pengertian di atas, Rudy dan Hermawan (1996) mengemukakan bahwa pada dasarnya koperasi di Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
(1) Koperasi adalah kumpulan orang dan bukan kumpulan modal. Hal ini tidak berarti koperasi tidak perlu modal, tetapi dengan adanya modal, koperasi tidak boleh menghilangkan atau mengaburkan makna sebagai kumpulan orang. Berarti, koperasi mengabdi dan mensejahterakan anggotanya.
(2) Segala kegiatan di dalam koperasi dilaksanakan dengan bekerja sama dan bergotong royong berdasarkan persamaan derajat, hak, dan kewajiban anggotanya, yang berarti koperasi merupakan wadah kegiatan ekonomi dan sosial.
(3) Segala kegiatan di dalam koperasi didasarkan pada kesadaran para anggota, bukan atas dasar ancaman, intimidasi, atau campur tangan pihak-pihak lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan koperasi.
(4) Tujuan ideal koperasi adalah untuk kepentingan bersama para anggotanya. Hal ini dapat dicapai melalui karya dan jasa yang disumbangkan para anggota masing-masing. Besar kecilnya karya dan jasa harus tercermin di dalam pembagian pendapatan dalam koperasi.

Uraian mengenai ciri-ciri koperasi Indonesia di atas terlihat sangat berpihak kepada kesejahteraan anggota, tetapi banyak pernyataan pemikir ekonomi yang bernada pesimistis terhadap hal tersebut, karena tidak sejalan dengan prinsip ekonomi pasar. Namun demikian, Ginanjar (1996) menyatakan pembangunan yang berorientasi kerakyatan dan kebijaksanaan yang berpijak pada kepentingan rakyat tidak berarti menghambat upaya mempertahankan atau bahkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pertumbuhan hanya akan sinambung dalam jangka panjang jika sumber utamanya berasal dari rakyat sendiri.

Dikatakan oleh Cernea (1991) bahwa “mengutamakan manusia” dalam pembangunan dapat dipandang sebagai keinginan yang manusiawi dari para perencana pembangunan. Pengertian dari hal tersebut juga sebagai suatu permintaan yang sungguh-sungguh agar memberikan prioritas pada aspek dasar dalam pembangunan. Makna ini harus digunakan dalam jangka panjang apapun rintangannya.

Mengutamakan manusia dalam pembangunan, termasuk dalam pembangunan koperasi, dalam perjalanannya sangat sering tidak semulus konsep idealnya. Koperasi yang seharusnya mengutamakan para anggota, sering terkalahkan oleh kepentingan-kepentingan lain, baik itu dari dalam koperasi sendiri maupun dari luar koperasi. Sementara para anggota sendiri kesejahteraannya terabaikan, hal ini pada akhirnya bisa menyebabkan keruntuhan institusi koperasi.

Fungsi Koperasi


Dilihat dari aspek fungsinya, menurut Pasal 4 Undang-undang No. 25 Tahun 1992 koperasi memiliki empat fungsi yaitu:
(1) Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.
(2) Mendukung secara aktif untuk mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
(3) Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perkonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya.
(4) Mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

Makna dari asas kekeluargaan adalah terdapatnya kesadaran berdasarkan hati nurani setiap anggota koperasi untuk bekerja bersama dalam wadah koperasi dengan semangat oleh semua untuk semua. Kegiatan dalam koperasi, pelaksanaannya dipimpin oleh pengurus di bawah pengawasan para anggota yang dilandasi kebenaran, keadilan, keberanian, dan adanya kerelaan untuk berkorban demi kepentingan bersama.

Berkenaan dengan demokrasi ekonomi, tidak banyak dibahas dalam literatur mengenai pembangunan ekonomi. Hal ini mungkin berkaitan dengan sumber bacaan yang umumnya berasal dari Barat, dan dalam pemikiran Barat demokrasi ekonomi tidak sejalan dengan prinsip ekonomi pasar, bahkan dianggap membatasi hak individu untuk berkreasi dan mengembangkan diri. Demokrasi ekonomi itu sendiri secara harfiah sering diartikan sebagai kegiatan ekonomi yang dilaksanakan “dari rakyat – oleh rakyat – untuk rakyat (Ginanjar, 1996).
Read more

Analisis Produktivitas Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN)

(Studi pada Kabupaten Semarang)

Skripsi / Tugas Akhir Ilmu Ekonomi Pembangunan
Penulis: Hanis K. Lathifah
Program Sarjana Universitas Diponegoro
Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi

Ringkasan

Pembangunan di bidang pendidikan menjadi prioritas pemerintah dalam mengentaskan keterbelakangan bangsa Indonesia. Pendidikan dasar saja tidak cukup untuk membekali pemuda Indonesia dalam hal ilmu pengetahuan dan keterampilan seiring disebabkan persaingan global yang semakin ketat, Pendidikan menengah dapat dianggap sebagai jembatan dalam menuju perguruan tinggi dan lapangan kerja. Semarang merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang memiliki komitmen tinggi dalam peningkatan mutu pendidikan jenjang SMA, hal ini terbukti dengan adanya input yang tinggi pada persentase guru layak ajar sebesar 92,52 persen (Sumber: Profil Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, 2010, hal 230). Namun kondisi input yang baik di beberapa sekolah tidak diimbangi dengan kondisi output yang sepadan (Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Semarang, Oktober 2012).

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi teknis input dan output bidang pendidikan dengan studi kasus 11 Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) di Kab. Semarang pada Tahun Ajaran 2008/ 2009 s/d 2011/ 2012. Penelitian ini menggunakan metode analisis Data Envelopment Analysis (DEA). Metode Data Envelopment Analysis (DEA) menggunakan asumsi Variabel Return to Scale (VRS). Analisis DEA dirancang secara khusus untuk mengukur efisiensi relatif suatu unit produksi dalam kondisi adanya banyak input maupun output, yang biasanya tidak mudah untuk disiasati secara sempurna oleh teknik analisis pengukuran efisiensi lainnya. Efisiensi relatif suatu Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) merupakan perbandingan efisiensi suatu UKE dengan UKE lain dalam sampel yang menggunakan jenis input dan ouput sama. Variabel input yang digunakan terdiri dari rasio siswa per kelas, rasio siswa per guru, rasio siswa per pegawai administrasi, rasio pengalaman guru, dan rasio pendidikan guru. Variabel output yang digunakan terdiri dari persentase angka kelulusan, rata-rata nilai Ujian Nasional, dan persentase angka kenaikan kelas.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efisiensi sempurna dicapai oleh beberapa SMAN yaitu SMAN 1 Tengaran, SMAN 1 Getasan, SMAN 1 Susukan, SMAN 1 Suruh, SMAN 1 Pabelan, SMAN 1 Ungaran, SMAN 2 Ungaran, SMAN 1 Ambarawa, dan SMAN 1 Tuntang. Dalam penelitian ini Uji sensitivitas dilakukan untuk mengetahui Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) yang dapat dijadikan acuan terbaik dalam hal efisiensi. Setelah uji sensitivitas dilakukan dengan mengabaikan salah satu input, maka SMAN yang tetap mencapai efisiensi jumlahnya berkurang menjadi hanya SMAN 1 Ungaran, SMAN 2 Ungaran, SMAN 1 Pabelan, SMAN 1 Ambarawa, dan SMAN 1 Susukan. Jika dilakukan uji sensitivitas yang mengabaikan salah satu dan beberapa UKE lainnya, maka semua UKE yang semula efisien akan tetap efisien. Perbaikan yang dapat dilakukan untuk UKE yang tidak efisien yaitu dengan memperbaiki input atau output dengan mengurangi atau menambahnya sesuai yang ditawarkan DEA. Berdasarkan hasil analisis deskriptif yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa SMAN di Kabupaten Semarang cukup berperan dalam pembangunan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan yang ditempuh sewaktu SMA memiliki peran penting dalam produktivitas kerja seseorang.
Read more

Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia, Jumlah Pengangguran, dan PDRB per Kapita terhadap Jumlah Penduduk Miskin

(Studi pada Provinsi Jawa Tengah)

Tugas Akhir / Skripsi Ekonomi Kependudukan
Penulis: Prima Sukmaraga
Program Sarjana Universitas Diponegoro
Bidang Ilmu Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Ringkasan:

Pembangunan adalah suatu proses perubahan menuju ke arah yang lebih baik dan terus menerus untuk mencapai tujuan yakni mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkeadilan, berdaya saing, maju, dan sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembangunan harus diarahkan sedemikian rupa sehingga setiap tahap semakin mendekati tujuan.

Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia, terutama negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain tingkat pengangguran, pendapatan masyarakat, pendidikan, kesehatan, akses terhadap barang dan jasa, geografis, lokasi, gender, dan lingkungan. Banyak dampak negatif yang disebabkan oleh kemiskinan, selain timbulnya banyak masalah-masalah sosial, kemiskinan juga dapat mempengaruhi pembangunan ekonomi suatu negara. Kemiskinan yang tinggi akan menyebabkan biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan pembangunan ekonomi menjadi lebih besar, sehingga secara tidak langsung akan menghambat pembangunan ekonomi. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.

Pemerintah baik pusat maupun daerah telah berupaya dalam melaksanakan berbagai kebijakan dan program-program penanggulangan kemiskinan namun masih jauh dari induk permasalahan. Kebijakan dan program yang dilaksanakan belum menampakkan hasil yang optimal. Masih terjadi kesenjangan antara rencana dengan pencapaian tujuan karena kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan lebih berorientasi pada program sektoral. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi penanggulangan kemiskinan yang terpadu, terintegrasi dan sinergi sehingga dapat menyelesaikan masalah secara tuntas karena permasalahan kemiskinan merupakan lingkaran kemiskinan.

Jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah relatif lebih tinggi dibanding provinsi lain di Indonesia, yaitu menempati peringkat kedua dalam hal jumlah penduduk miskin terbesar di Indonesia setelah Jawa Timur. Penelitian ini bertujuan menganalisis bagaimana dan seberapa besar pengaruh variabel Indeks Pembangunan Manusia, jumlah pengangguran, dan PDRB per kapita terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008. Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS) yang menggunakan data antar ruang (cross section) Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 dengan bantuan software Eviews 4.1.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah, jumlah pengangguran berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah, dan PDRB per kapita berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah.
Read more

Pengembangan Obyek Wisata Wonderia di Kota Semarang

Tugas Akhir / Skripsi Ekonomi Pembangunan Regional
Disusun oleh: Eko S. M. Tahajuddin
Program Sarjana Universitas Diponegoro
Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Bidang Ilmu Ekonomi Pembangunan Regional

Intisari:

PDRB Kota Semarang menduduki peringkat pertama dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah dilihat dari besarnya nominal PDRB yang dihasilkan oleh pemda (Sumber: Badan Pusat Statistik 2010). Kota Semarang merupakan salah satu kota yang memiliki tingkat perekonomian yang tinggi di Jawa Tengah. Sektor yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian di kota Semarang adalah industri, perdagangan, bangunan, dan jasa. Salah satu kegiatan dari sektor jasa yang memegang peranan penting dalam perekonomian Kota Semarang adalah jasa pariwisata. Peranan tersebut dapat dilihat dari besarnya nilai Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berasal dari pajak hiburan, pajak hotel, dan pajak restoran.

Jumlah wisatawan di kota Semarang menunjukkan adanya penurunan dari tahun ke tahun. Pengunjung obyek wisata di kota Semarang berjumlah sekitar 1.352.416 wisatawan pada tahun 2007. Pada tahun 2009 jumlah pengunjung sebanyak 982.877 wisatawan. Jumlah tersebut mengalami penurunan sebesar 27,32% (Sumber: Badan Pusat Statistik 2010). Penurunan wisatawan tersebut berdampak pada turunnya pendapatan yang diterima oleh pengelola obyek wisata di Kota Semarang.

Wonderia merupakan salah satu obyek wisata yang cukup potensial di kota Semarang. Potensi yang dimiliki oleh Wonderia antara lain merupakan satu-satunya taman bermain yang ada di kota Semarang, harga tiket relatif murah, dan lokasinya yang sangat strategis. Walaupun demikian, obyek wisata Wonderia ternyata masih kurang berkembang dibandingkan dengan obyek wisata lain yang ada di kota Semarang. Berbagai langkah telah dilakukan baik oleh Dinas Pariwasata dan Kebudayaan Kota Semarang maupun pihak pengelola untuk meningkatkan jumlah pengunjung, seperti menggratiskan tiket masuk, memasang iklan dan menggelar berbagai event di Wonderia. Namun kebijakan tersebut ternyata masih belum mampu untuk meningkatkan jumlah pengunjung.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi pengembangan yang harus diprioritaskan oleh pengelola Wonderia untuk meningkatkan jumlah pengunjung Wonderia setelah mengetahui kondisi internal dan eksternal yang dihadapi oleh Wonderia. Sampel penelitian ini berjumlah 65 responden. Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah purposive sampling. Adapun metode analisis data yang digunakan adalah analisis AHP dan SWOT dengan menggunakan bantuan perangkat lunak expert choice versi 9.0. 

Hasil analisis AHP menyebutkan bahwa kriteria yang harus diprioritaskan adalah aspek infrastruktur dengan nilai 0,413. Untuk keseluruhan alternatif yang direkomendasikan oleh key person, seharusnya yang menjadi prioritas adalah alternatif standarisasi karena memiliki nilai tertinggi dengan skor 0,167. Hasil analisis SWOT menyebutkan bahwa Wonderia berada di kuadran I, yang berarti Wonderia merupakan obyek wisata yang mempunyai potensi cukup besar untuk berkembang di masa depan. Oleh karena itu, kebijakan yang disarankan adalah strategi progresif.
Read more

Analisis Industri Batik Tulis

(Studi di Kelurahan Bandung dan Kelurahan Kalinyamat Wetan Kota Tegal dengan Pendekatan Struktur – Perilaku – Kinerja)

Tugas Akhir / Skripsi Ekonomi Industri
Disusun oleh: Teguh A. Wuryanto
Program Sarjana Universitas Diponegoro
Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Fakultas Ekonomi
Bidang Ilmu Ekonomi Industri

Intisari:

Di Indonesia, industri kerajinan merupakan industri yang banyak dilakukan oleh usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Volume produksi yang dihasilkan oleh industri kerajinan ini sangat bergantung pada keahlian dan jumlah tenaga pengrajin yang tersedia, sehingga kelompok industri ini dapat dikategorikan sebagai industri padat karya. Produk industri kerajinan pada umumnya hanya diproduksi dalam jumlah yang relatif kecil (bukan produksi massal).

Kota Tegal adalah kota/kabupaten yang memiliki jumlah usaha kecil paling sedikit di antara kota/kabupaten se-Karesidenan Pekalongan (Sumber: BPS Jawa Tengah 2005-2008). Kota Tegal perlu dikembangkan lebih lanjut untuk usaha kecil sehingga dapat bersaing dengan kota/kabupaten yang lain se-Karesidenan Pekalongan. Salah satu kota di provinsi Jawa Tengah yang memiliki industri batik adalah kota Tegal. Industri batik termasuk dalam klasifikasi Industri kerajinan Indonesia menurut KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan usaha Indonesia) dengan kode 5 digit yaitu 17124. Industri batik tulis di kota Tegal memiliki karakteristik tenaga kerja yang unik. Tenaga kerja rata-rata ibu rumah tangga, dimana sebagaian besar remaja (terutama remaja putri) lebih memilih bekerja pada subsektor lain.

Penelitian ini bertujuan antara lain untuk menganalisis industri batik tulis di kota Tegal. Mengingat jumlah Usaha Kecil yang ada di kota Tegal paling sedikit maka penelitian di kota Tegal akan menarik karena bisa menngetahui masalah yang terjadi di kota Tegal. Pendekatan Struktur – Perilaku – Kinerja digunakan dalam analisis ini untuk melihat fenomena yang terjadi pada industri batik tulis. Pengaruh struktur industri terhadap perilaku perusahaan dan menganalisis hubungan struktur, perilaku dan kinerja dalam industri batik tulis di kota Tegal dengan 35 pengusaha sebagai sampel.

Penelitian dilakukan dengan melakukan analisis terhadap data primer, yang didapat dari kuesioner dan wawancara terhadap pengusaha batik tulis yang ada di kota Tegal. Analisis data dilakukan dengan regresi. Variabel-variabel bebas yang digunakan antara lain: Rasio Modal dan Tenaga Kerja (CLR) untuk mewakili perilaku, Pangsa Pasar (MS) untuk mewakili struktur dan x-efisiensi untuk mewakili kinerja. Sedangkan variabel terikat adalah ukuran dari keuntungan yang diproksi dengan menggunakan Price-Cost Margin (PCM). 

Industri batik tulis adalah industri yang padat karya. Dari hasil analisis ini kemudian dapat dideteksi bahwa struktur pasar pada industri batik tulis di kota tegal merupakan tipe pasar persaingan monopolistis. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya nilai pangsa pasar yang ditunjukkan dengan banyaknya jumlah produsen secara relatif terhadap ukuran pasar, jenis barang yang heterogen dan rendahnya pangsa pasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel X-effesiensi berpengaruh signifikan dan positif terhadap variabel PCM, sedangkan variabel Tenaga Kerja (CLR), Rasio Modal dan Pangsa Pasar (MS) berpengaruh tidak signifikan dan positif terhadap variabel Price-Cost Margin (PCM)
Read more

Pendekatan SWOT dalam Pengembangan Objek Wisata

(Studi di Kampoeng Djowo Sekatul Kab. Kendal)

Tugas Akhir / Skripsi Ekonomi Pembangunan
Disusun oleh: Selvia Maryam
Program Sarjana Universitas Diponegoro
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan

Intisari:

Sektor kepariwisataan Indonesia terbukti mampu bertahan menghadapi tekanan badai krisis global. Melalui program Visit Indonesia Year 2009 sektor pariwisata berhasil menjaring dan mendatangkan wisatawan mancanegara sebanyak 6,5 juta orang dengan perolehan devisa USD7,5 juta di mana hasil tersebut sesuai dengan target yang dicanangkan oleh pemerintah (business news,22 Januari 2010, bataviase.co.id). Salah satu objek wisata baru yang ada di Kabupaten Kendal adalah Kampoeng Djowo Sekatul. Objek wisata ini dapat dikatakan sebagai wisata pedesaan Jawa karena menawarkan produk wisata yang bernuansa pedesaan yang udara sekitar masih bersih dan sejuk. Kampoeng Djowo Sekatul terletak di kaki gunung Ungaran dukuh Sekatul, Kecamatan Limbangan yang dilengkapi fasilitas tempat singgah berupa joglo, kolam pemancingan dan outbound.

Kampoeng Djowo Sekatul yang merupakan objek wisata yang baru berdiri kurang lebih lima tahun, memiliki trend peningkatan jumlah pengunjung tiap tahunnya yang didukung dengan keunggulan dari sisi alam maupun budaya membuat objek wisata ini sangat berpotensi untuk lebih berkembang, namun masalahnya daya tarik wisata Sekatul belum begitu dikenal masyarakat luas. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pengelola objek wisata Kampoeng Djowo Sekatul yaitu berdasarkan wawancara prasurvey pada tanggal 23 Januari 2011, total pengunjung yang datang masih didominasi dari warga lokal Kendal dan sekitarnya. Kendala promosi yang belum maksimal , kondisi jalan yang kurang nyaman atau rusak, dan kurangnya alat transportasi umum membuat sebagian masyarakat enggan berkunjung sehingga beberapa faktor tersebut dapat menghambat perkembangan Kampoeng Djowo Sekatul.

Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan strategi pengembangan yang tepat untuk diterapkan di objek wisata Kampoeng Djowo Sekatul melalui pendekatan SWOT yang dikemukakan oleh Freddy Rangkuti, dengan menganalisis faktor eksternal yang terdiri dari peluang dan ancaman serta faktor internal yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan. Penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi yaitu dari data primer dan data sekunder. Metode sampel yang digunakan adalah accidental sampling yang ditujukan bagi siapa saja pengunjung yang kebetulan sedang berwisata dan ditambah pengelola objek wisata sebagai key person. Jumlah sampelnya adalah 110 orang. 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari Analisis SWOT, yang menggunakan Matriks EFE, Matriks IFE, Matriks SWOT, dan Matriks IE, faktor eksternal dengan skor tertinggi yang mempengaruhi perkembangan objek wisata Sekatul adalah faktor peluang yaitu peluang untuk melestarikan budaya, sedangkan ancaman tertinggi adalah persaingan pariwisata antar objek wisata. Faktor internal dengan skor tertinggi adalah faktor kekuatan yaitu pemandangan alam yang indah,berhawa sejuk dan asri, sedangkan faktor kelemahan yaitu harga dalam fasilitas objek wisata maupun harga makanan menurut pengunjung terlalu mahal. Skor total rata-rata tertimbang IFE sebesar 2,82297 artinya posisi internal Kampoeng Djowo Sekatul memiliki posisi yang kuat terhadap kekuatan dan kelemahan yang ada. Posisi ini menunjukkan bahwa objek wisata ini dapat menonjolkan kekuatan atau potensi yang dimiliki dan dapat menutupi atau meminimalkan kelemahan yang ada. Skor total rata-rata tertimbang EFE sebesar 2,775885 yang menunjukkan bahwa Kampoeng Djowo Sekatul merespons dengan baik terhadap peluang dan ancaman yang ada. Objek wisata ini cukup mampu dalam memanfaatkan peluang-peluang yang ada sekaligus dalam mengatasi ancaman-ancaman yang dihadapi. Strategi yang cocok diterapkan adalah strategi penetrasi pasar dan strategi pengembangan produk.
Read more