Analisis Efisiensi Teknis Anggaran Belanja Sektor Kesehatan Pemerintah Daerah Kab./Kota di Prov. D. I. Yogyakarta Tahun 2008 - 2010

Tugas Akhir / Skripsi Ekonomi Pembangunan
Disusun oleh: Nur Yatiman
Program Sarjana Universitas Diponegoro
Fakultas Ekonomi
Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan

Intisari:

Kesehatan memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Berdasarkan perspektif ekonomi, sisi penting mengenai faktor kesehatan bagi manusia akan berkaitan erat dengan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Tinggi rendahnya kualitas sumber daya manusia SDM akan ditentukan oleh status kesehatan, pendidikan dan tingkat pendapatan perkapita (Ananta dan Hatmadji, 1985). Dalam kegiatan perekonomian, ketiga indikator kualitas sumber daya manusia tersebut secara tidak langsung juga akan berimbas pada tinggi rendahnya produktifitas sumber daya manusia, dalam hal ini khususnya produktifitas tenaga kerja.

Salah satu faktor yang menentukan baik atau buruknya derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari besarnya pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan. Belanja kesehatan pemerintah daerah kabupaten/kota di Provinsi DIY sebagian besar mengalami trend yang selalu meningkat selama tahun 2008-2010. Namun demikian, fenomena besarnya belanja kesehatan yang dikeluarkan masing-masing pemerintah daerah di Provinsi DIY ternyata belum diikuti dengan kenaikan derajat kesehatan masyarakat di sebagian besar daerah kabupaten/kota di Provinsi DIY.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat efisiensi teknis anggaran belanja sektor kesehatan pemerintah daerah kabupaten/kota di Provinsi D. I. Yogyakarta Tahun 2008-2010. Menggunakan konsep efisiensi teknis yang didasarkan pada teori produksi, pengukuran nilai efisiensi diperoleh dengan metode analisis Data Envelopment Analysis (DEA), dimana dengan metode DEA nilai efisiensi yang diperoleh berupa efisiensi teknis secara relatif.

Berdasarkan pada penelitian serupa yang pernah dilakukan oleh Jafarov dan Gunnarsson tahun 2008, selain variabel input berupa anggaran belanja sektor kesehatan pemerintah daerah dan variabel outcome berupa derajat kesehatan masyarakat, penelitian ini juga menggunakan variabel output intermediate berupa fasilitas dan layanan kesehatan. Perhitungan nilai efisiensi teknis yang diperoleh dalam penelitian ini dilakukan secara parsial dengan menghubungkan masing-masing variabel tersebut, sehingga dalam penelitian ini akan ditemukan nilai efisiensi teknis biaya dan efisiensi teknis sistem. 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum sebagian besar daerah kabupaten/kota di Provinsi D. I. Yogyakarta pada tahun 2008-2010 masih belum efisien dalam teknis biaya kesehatan. Pada tahun 2010 nilai efisiensi teknis biaya Kabupaten Sleman 42,14 persen, Kabupaten Bantul 39,18 persen, Kabupaten Gunung Kidul 53,57 persen, dan dua kabupaten/kota sudah mencapai nilai efisiensi teknis biaya 100 persen yaitu Kabupaten Kulon Progo dan Kota Yogyakarta. Hal ini mengindikasikan belum optimalnya pengelolaan anggaran belanja sektor kesehatan yang tidak diikuti dengan pengadaan fasilitas dan layanan kesehatan yang memadai bagi masyarakat. Secara teknis sistem pelayanan kesehatan, sebagian besar daerah kabupaten/kota sudah mencapai kondisi efisien, hanya Kota Yogyakarta yang belum efisien, namun nilai efisiensi teknis sistem Kota Yogyakarta juga sudah mendekati kondisi efisien. Hal ini mencerminkan bahwa secara empiris daerah tersebut tergolong ke dalam kategori yang efisien dalam menggunakan fasilitas dan layanan kesehatan dasar yang dimilikinya untuk mencapai tingkat derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Read more

Analisis Pengaruh Pendidikan, Upah, Insentif, Jaminan Sosial dan Pengalaman Kerja thd Produktivitas Tenaga Kerja di Kota Semarang

(Studi Kasus Kec. Gunungpati dan Kec. Banyumanik)

Tugas Akhir / Skripsi Ekonomi Pembangunan
Disusun oleh: Vellina Tambunan
Program Sarjana Universitas Diponegoro
Fakultas Ekonomi
Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan

Intisari:

Ketenagakerjaan merupakan aspek yang amat mendasar dalam kehidupan manusia karena mencakup dimensi sosial dan ekonomi. Salah satu tujuan penting dalam pembangunan ekonomi adalah penyediaan lapangan kerja yang cukup untuk mengejar pertumbuhan angkatan kerja, yang pertumbuhannya lebih cepat dari pertumbuhan kesempatan kerja. Peningkatan jumlah tenaga kerja yang tidak disertai dengan peningkatan kinerja pekerja tersebut akan mempengaruhi proses produksi dan pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan ekonomi.

Dalam kurun tahun 2005 sampai 2009, upah minimum Kota Semarang cenderung meningkat secara absolut namun bersifat fluktuatif setiap tahunnya. Persentase peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu 23,7% dan terendah terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 10,1%. Sedangkan pada tahun 2009, terjadi lagi peningkatan sebesar 17,1%. Angka tersebut merupakan jumlah yang relatif tinggi mengingat upah minimum Provinsi Jawa Tengah yang hanya sebesar Rp.575.000,00 (BPS Jateng dalam angka, 2010). Kenaikan upah tersebut terjadi karena biaya hidup layak meningkat akibat harga-harga kebutuhan ekonomi yang selalu meningkat. Pemerintah berusaha meningkatkan upah minimum dan menyeimbangkan dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Sebagai tambahan informasi, dari seluruh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah, Kota Semarang memiliki upah minimum tertinggi dan juga mampu menutupi KHL. Tidak mengherankan jika banyak angkatan kerja tertarik untuk bekerja di Kota Semarang. Secara teoritis, apabila tingkat upah tinggi, maka jumlah penawaran tenaga kerja akan meningkat dan sebaliknya (Simanjuntak, 2001).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendidikan, upah, insentif, jaminan sosial dan pengalaman kerja terhadap produktivitas tenaga kerja di Kota Semarang. Variabel terikatnya adalah produktivitas tenaga kerja, variabel bebasnya adalah pendidikan, upah, insentif, jaminan sosial dan pengalaman kerja. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan metode wawancara terhadap sampel sebanyak 100 orang tenaga kerja yang ada di Kota Semarang. Adapun alat analisis yang digunakan adalah Regresi Linear Berganda dengan program SPSS 16,0. 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari lima variabel independen, hanya tiga variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja yaitu upah, insentif dan pengalaman kerja, sedangkan yang tidak signifikan adalah pendidikan dan jaminan sosial. Nilai koefisien determinasi sebesar 0,876 yang artinya produktivitas tenaga kerja dapat dijelaskan oleh faktor variabel upah, insentif dan pengalaman kerja sebesar 87,6 persen. Sedangkan sisanya sebesar 12,4 persen produktivitas tenaga kerja dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model analisis dalam penelitian ini.
Read more

Faktor-Faktor yg Mempengaruhi Lama Mencari Kerja bagi Tenaga Kerja Terdidik di Kab. Semarang

(Studi Kasus Kec. Bancak dan Kec. Ungaran Barat)

Tugas Akhir / Skripsi Ekonomi Pembangunan
Disusun oleh: Andi Supratikno
Program Sarjana Universitas Diponegoro
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan

Intisari:

Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita (Irawan dan M.Suparmoko, 1992). Dalam pembangunan dan kegiatan berproduksi, peranan tenaga manusia banyak ditentukan oleh jumlah dan kualitas tenaga kerja yang tersedia di berbagai bidang kegiatan. Selain Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), Sumber Daya Alam (SDA) dan kapasitas produksi, salah satu faktor dinamika lainnya dalam pembangunan ekonomi jangka panjang yaitu Sumber Daya Manusia (SDM). Pendidikan dianggap sebagai sarana untuk mendapat SDM yang berkualitas karena pendidikan dianggap mampu untuk menghasilkan tenaga kerja yang bermutu tinggi, mempunyai pola pikir dan cara bertindak yang modern. SDM seperti inilah yang diharap mampu menggerakkan roda pembangunan kehidupan. Dalam kenyataannya, pendidikan khususnya pendidikan tinggi, yang tidak atau belum mampu menghasilkan lulusan seperti yang diharapkan. Lulusan perguruan tinggi tidak otomatis terserap oleh lapangan pekerjaan, sehingga menimbulkan terjadinya pengangguran tenaga kerja terdidik (Fadhilah Rahmawati dan Vincent Hadi Wiyono, 2004).

Pengangguran tenaga kerja terdidik merupakan masalah dalam ketenagakerjaan khususnya di Kabupaten Semarang. Semakin banyak pencari kerja terdidik yang melebihi daya serap pasar kerja. Hal tersebut menyebabkan banyak pencari kerja terdidik berebut untuk memperoleh pekerjaan, sehingga probabilitas menemukan pekerjaan rendah, akibatnya semakin lama mencari kerja. Selain itu semakin tinggi tingkat pendidikan pencari kerja, semakin tinggi reservation wage dan semakin lama mencari kerja.

Banyaknya pencari kerja menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Semarang tahun 2004-2008 mengalami perkembangan yang fluktuatif. Dimana pada tahun 2005 merupakan puncak atau titik tertinggi jumlah pencari kerja, karena pada tahun-tahun berikutnya jumlah pencari kerja mengalami penurunan yang cukup besar. Secara spesifik penelitian ini difokuskan di Kecamatan Ungaran Barat dan Kecamatan Bancak. Karena di kecamatan Ungaran Barat jumlah angkatan kerja menurut tingkat pendidikan per kecamatan paling banyak dibandingkan dengan kecamatan – kecamatan lain yang terdapat di kabupaten Semarang, Sedangkan di Kecamatan Bancak dengan jumlah angkatan kerja menurut tingkat pendidikan paling sedikit bila dibandingkan dengan Kecamatan lainnya. 

Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi lama mencari kerja tenaga kerja bagi tenaga kerja terdidik di Kabupaten Semarang dengan menggunakan metode regresi linear berganda. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari objek penelitian melalui kuesioner dan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Semarang, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Semarang dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Semarang. Responden dalam penelitian ini adalah tenaga kerja yang bekerja tamat SMA, tamat Diploma (DI/DII/DIII) dan tamat Sarjana (S1) di Kabupaten Semarang.

Berdasarkan hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari lima variabel independen seluruhnya berpengaruh signifikan terhadap lama mencari kerja bagi tenaga kerja terdidik. Dengan nilai koefisien determinas sebesar 0,541 berarti variabel pendapatan, tingkat pendidikan, umur dan pendidikan teknis mampu menerangkan 54,1 persen variasi lama mencari kerja, sedangkan sisanya 45,9 persen dapat dijelaskan oleh variable lain yang tidak dimasukkan dalam model analisis dalam penelitian ini. Dengan nilai signifikansi 0,000 dimana nilai tersebut jauh lebih kecil dari 0,05, maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi lama mencari kerja atau dapat dikatakan bahwa pendapatan, tingkat pendidikan, umur dan pendidikan teknis secara bersama-sama berpengaruh terhadap lama mencari kerja.

Untuk mengatasi masalah lamanya mencari kerja bagi tenaga kerja terdidik, maka disarankan bagi pencari kerja untuk lebih aktif mencari informasi akan kesempatan kerja, lebih memupuk jiwa kewirausahaan dan meningkatkan keterampilan agar mampu bersaing dalam pasar kerja.
Read more